Masa Pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II
triyono-infokito
Kesultanan Palembang mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II.
Di dalam melawan penjajahan Belanda dan Inggris, Sultan Mahmud Baruddin
II berhasil mengatasi politik diplomasi dan peperangan kedua bangsa
tersebut. Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun
1821, Sultan Mahmud Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah
dua kali mengahajar pasukan pasukan Belanda keluar dari perairan
Palembang. Keperkasaan Sultan Mahmud Badaruddin II ini dinilai oleh
Pemerintah Republik Indonesia adalah wajar untuk dianugrahi sebagai
Pahlawan Nasional.
Ada beberapa catatan sejarah yang terjadi di masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II.
» Peristiwa Loji Sungai Aur (1811)
Hubungan perdagangan antara Belanda/VOC dengan Palembang sudah terjalin
sejak permulaan abad ke-17, terutama menyangkut komoditi lada dan timah.
Pada permulaan abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Nusantara
antara Inggris dan Belanda. Peristiwa ini adalah dalam rangka perang
yang terjadi di Eropa antara Inggris dan Perancis semasa kekuasaan
Napoleon Bonaparte.
Negeri Belanda menjadi bagian dari Perancis yaitu Bataafse Republik,
oleh karena itu milik Belanda yang ada di Nusantara pun direbut oleh
Inggris. Terjadi penyerbuan tentara Inggris yang berpangkalan di Malaka
dan Penang ke Batavia/Jawa pada bulan Agustus 1811, kemudian penyerahan
kekuasaan Belanda kepada Inggris tanggal 18-9-1811 di desa Tuntang, Jawa
Tengah. Mengetahui hilangnya kekuasaan Belanda setelah penyerbuan ke
Batavia bulan Agustus 1811 tersebut, pada tanggal 14 September 1811 Sultan Mahmud Badaruddin II meminta Residen Belanda beserta
pasukannya meninggalkan loji. la mula-mula menolaknya, kemudian 87
orang digiring naik ke kapal pada hari itu, rupanya mereka mengadakan
perlawanan, oleh karena itu sampai di muara Sungsang mereka dibunuh
semuanya dan kapal ditenggelamkan. Peristiwa ini dikenal dengan “penyembelihan massal” (Palembang Massacre).
Belanda menuding Raffles (Penguasa Inggris di Indonesia) sebagai biang
keladinya karena menghasut Sultan melakukan itu, tetapi Raffles
menolaknya dan menuduh Mahmud Badaruddin II yang bertanggung jawab
mengenai hal ini.
Seminggu setelah pengusiran Belanda dari loji sungai Aur, maka loji
tersebut dibakar habis serta dibongkar sampai fondasinya. Rupanya Sultan
tidak ingin melihat adanya monumen Belanda yang masih tersisa meskipun
hanya puing-puingnya.
» Penyerbuan Inggris ke Palembang tahun 1812
Hubungan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Raffles cukup baik sebelum
takluknya Belanda dari Inggris. Tindakan Sultan yang menolak pembicaraan
menyangkut timah Bangka dan tidak memberi kesempatan meninjau loji
sungai Aur yang telah rata dengan tanah, dan pembunuhan orang-orang
Belanda yang dianggap tak bermoral, merupakan alasan Raffles (penguasa Inggris di Indonesia) untuk mengirim sebuah ekspedisi militer di bawah Mayor Jendral Gillespie dari Batavia tanggal 20 Maret 1812.
Sultan dengan pasukannya telah bersiap-siap menyambut ekspedisi tersebut
dengan memperkuat kubu-kubu pertahanannya di sepanjang sungai Musi,
dengan kubu-kubu meriam terapung, perahu-perahu bersenjata, rakit-rakit
berisi bahan yang mudah terbakar untuk menghambat kedatangan armada
Inggris serta di pusat pertahanannya di keraton (sekarang Benteng)
dengan 242 pucuk meriam siap menghadapi musuh.
Tetapi karena pengkhianatan adiknya sendiri (Pangeran Adipati Najamuddin
= Husin Dhiauddin) dan lebih unggulnya persenjataan musuh maka dalam
waktu seminggu Palembang jatuh (24 April 1812). Sultan
Mahmud Badaruddin II menyingkir ke pedalaman dengan membawa segala
perlengkapan kerajaan dan hartanya. Gillespie menduduki kraton pada 25 April 1812 dan
keesokan harinya bendera Inggris dikibarkan didalam Kraton. Adik Sultan
(Najamuddin II) dinobatkan oleh Inggris dan harus menandatangani
perjanjian pada 12 Mei 1812 yang isinya antara lain penyerahan Bangka dan Belitung kepada Inggris. Kapten Meares yang diangkat sebagai Residen Inggris ditugaskan mengejar Sultan Mahmud Badaruddin II dan terjadi pertempuran di Bailangudengan
kekalahan pihak Inggris, Meares tertembak dan akhirnya meninggal. Untuk
mempertahankan posisinya Sultan mendirikan kubu-kubu pertahanan diMuara Rawas dan daerah-daerah pedalaman dengan demikian Sultan tidak dapat ditaklukkan.
Pengganti Kapten Meares yaitu Mayor Robison yang bertugas di Palembang mulai 13 Februari 1813.
Ia rupanya agak kurang sependapat dengan kebijaksanaan Raffles, dan
mengadakan perundingan dengan utusan S.M.B. II karena melihat beberapa
pertimbangan sebagai berikut: Ketidak becusan Najamuddin II dan ketidak
kepastian bantuan darinya, serta rakyat Palembang masih menghendaki kembalinya S.M.B. II (yang berakibat negeri Palembang dalam keadaan anarki).
Perjanjian Muara Rawas pun dibuat pada 29 Juni 1813,
yang menyatakan S.M.B. II dapat kembali ke Palembang dengan imbalan
200.000 dollar kepada pemerintah Inggris. Tanggal 13 Juli 1813 S.M.B. II
kembali ke Palembang dan duduklah dia sebagai Sultan yang berdaulat.
Tindakan Robison ini tentu saja tidak disetujui Raffles karena
mengangkat kembali Sultan yang sudah dipecat Raffles.
Raffles mengirimkan sebuah komisi yang dipimpin Kapten George Elliot disertai pengganti Robison, M.H.Court, serta Mayor W.Colebrooke dan Letkol Mc.Gregor yang membawa 400 pasukan Eropa, yang mulai berangkat pada 7 Agustus 1813.
Robison diberitahu bahwa segala tindakannya tidak dapat diterima dan ia
dipecat kemudian ditahan. (Kemudian hari setelah ia bebas, ia
mengadukan kepada penguasa Inggris di India dan di Inggris mengenai
tindakan-tindakan Raffles yang tercela).
Komisi tersebut memecat S.M.B. II setelah hanya sebulan bertahta dan
mengangkat kembali Ahmad Najamuddin sebagai Sultan Palembang. Perdamaian
antara Inggris dan Perancis di Eropa setelah jatuhnya Napoleon
mempengaruhi politik di Nusantara. Perjanjian London 13
Agustus 1814 menetapkan bahwa Inggris harus menyerahkan kembali kepada
Belanda semua koloninya di seberang lautan yang didudukinya sejak 1803.
Kebijaksanaan pemerintah Inggris ini kurang dapat tanggapan yang baik dari Raffles. Baru kemudian pada 29 Juni 1817 koloni Belanda di Nusantara dikembalikan setelah Raffles digantikan John Fendall. Raffles menetap di Bengkulu sebagai Residen Inggris. Komisaris (Residen) Belanda di Palembang ditunjuk Mutinghe.
» Perang Palembang I (1819)
Setelah kembalinya Belanda di Palembang, Mutinghe menonaktifkan Najamuddin II (Husin Dhiauddin) dan
mengangkat kembali S.M.B. II. Husin Dhiauddin tidak senang dengan
perlakuan ini dan mengadu kepada Raffles di Bengkulu. Raffles
mengirimkan ekspedisi kira-kira 300 tentaranya ke Palembang melalui
jalan darat.
Terjadi insiden di Palembang, namun tentara pelopor Inggris yang ada di
Palembang diusir oleh tentara Belanda, dikembalikan lewat laut ke
Bengkulu. Selanjutnya Mutinghe memburu sisa tentara Inggris di Muara
Beliti dan terjadi pertempuran di sana yang berakhir dengan perdamaian.
Dengan adanya insiden ini maka Dhiauddin diasingkan ke Betawi dan
Cianjur beserta para keluarganya.
Ketika Mutinghe kembali ke kota, ia diserang oleh pengikut-pengikut
Badaruddin II, sehingga ia cepat-cepat mundur ke Palembang. Mutinghe
menuduh Badaruddin II bertanggung jawab atas serangan
pengikut-pengikutnya di pedalaman. Setelah mendaratkan tambahan 209
pasukan Belanda dari Jakarta, Mutinghe mengultimatum Badaruddin II untuk
menyerahkan putra sulungnya sebagai jaminan. Hal ini menyebabkan
kemarahan Badaruddin II.
Terjadi pertempuran tanggal 11 – 15 Juni 1819 (istilah Palembang “Perang Menteng”)
antara pasukan Sultan Mahmud Badaruddin II yang bertahan di Kraton
(Benteng) dan pasukan Belanda di Kraton Lama dan di beberapa kapal
perang. Pasukan Mutinghe dapat dihancurkan, dari semula 500 orang
pasukan tinggal 350, Mutinghe bersama sisa pasukan ini lari ke Batavia.
» Perang Palembang II (1819)
Kekalahan Belanda bulan Juni 1819 tersebut sangat menyakitkan Belanda. Gubernur Jendral Van der Capellen bersama Panglima Angkatan LautLaksamana Wolterbeek dan Panglima Angkatan Darat Mayjen De Kock merencanakan
penyerbuan kembali ke Palembang. Dengan kira-kira 20 kapal perang dan
1500 tentara, pasukan Belanda berangkat dari Batavia (Jakarta) tanggal 22 Agustus 1819. Pada tanggal 30 Agustus 1819 mereka tiba di Mentok, di Bangka sebagian pasukan ini membantu memerangi perjuangan rakyat Bangka, dengan korban cukup banyak.
Jika waktu penyerbuan Inggris tahun 1812 konsentrasi kekuatan Palembang dipusatkan di pulau Borang dan Pulau Salah Nama, tetapi dengan pengalaman pahit menghadapi Inggris tersebut maka pusat pertahanan dirubah. Kali ini pertahanan ditempatkan sepanjang sungai Musi dengan penempatan meriam-meriam untuk mengganggu perjalanan armada Belanda. Konsentrasi dipusatkan di sekitar Plaju dan pulau Kembaro (Pulau Kemaro) dengan beberapa benteng yang diperlengkapi dengan ratusan meriam.
Panglima perangnya adalah Putra mahkota (Pangeran Ratu, kemudian bergelar Najamuddin III).
Dalam armada yang menyerbu ke Palembang ini beberapa anggota keluarga
Husin Dhiauddin ikut diatas kapal membantu Belanda menunjukkan jalan.
Selanjutnya antara 18 September dan 30 Oktober 1819 terjadi
pertempuran sepanjang sungai Musi dan di Palembang dengan hasil pasukan
Belanda dipukul mundur dengan korban kira-kira 500 orang, sepertiga
dari seluruh kekuatan semula. Dalam pelayaran mundur armada Belanda,
tanggal 3 dan 4 November 1819 telah sampai di Sungsang lalu menyebrang
ke Mentok.
Ini merupakan kekalahan kedua dari Mutinghe. Dua minggu setelah armada Belanda meninggalkan Bangka ke Batavia, Residen Bangka Smissaertdipenggal kepalanya oleh para pejuang pimpinan Dipati Bahrin dan dipersembahkan kepada Badaruddin II sebagai tanda keberanian dan loyalitas pejuang Bangka.
Kemenangan Palembang dirayakan oleh rakyat dengan luapan kegembiraan. Pada bulan Desember 1819 Pangeran Ratu dinobatkan menjadi Sultan Ahmad Najamuddin III, menggantikan ayahnya. Sedangkan Mahmud Badaruddin II menjadi Susuhunan.
Pasukan dari armada Wolterbeek sesampai di Mentok dibagi tiga, satu
bagian yang luka-luka kembali ke Batavia, satu bagian bersama Wolterbeek
berlayar ke kepulauan Riau. Satu bagian lagi membantu penumpasan
perjuangan rakyat Bangka. Komandan tentara Belanda di Bangka dipimpin Letnan Keer.Pertempuran terbesar antara lain terjadi di Toboali. Para pemimpin di Bangka saat itu antara lain Raden Keling dan Raden Badar. Pertempuran di Bangka baru padam 1821.
» Perang Palembang III (1821)
Kekalahan pada perang-perang sebelumnya, menjadi perhatian serius bagi
pihak Kerajaan Belanda dan pemerintah kolonial Belanda di Batavia.
Mereka pun membuat suatu perencanaan yang lebih matang untuk menundukkan
Palembang. Langkah ditempuh dengan mempersiapkan pasukan yang lebih
kuat dansiasat memecah belah kerabat Kesultanan. Alur-alur pelayaran utama dari/ke Palembang diblokade angkatan laut Belanda. Meskipun begitu, jalannya pemerintahan Kesultanan tetap berjalan baik dan rakyat hidup makmur.
Perombakan pimpinan pasukan Kesultanan Palembang dilakukan untuk
persiapan perang. Politik memecah belah Belanda terus dijalankan. Sultan
Husin Dhiauddin dan keluarganya yang diasingkan ke Jawa dibujuk agar
memihak Belanda. Pangeran Syarif Muhammad yang
keturunan Arab ditugaskan untuk mempengaruhi orang-orang Arab yang dekat
dengan Sultan Mahmmud Badaruddin II agar mengkhianatinya. Demikian juga
dengan orang-orang Cina. Beberapa Priyayi Palembang diperalat untuk
membocorkan rahasia pertahanan Sultan Mahmud Badaruddin II. Pangeran
Akil dari Siak serta Pangeran Prang Wedono dari Mangkunegaran di Jawa
Tengah membantu penumpasan perjuangan di Bangka dan penyerbuan ke
Palembang.
Tanggal 8 Mei 1821 Ekspedisi penyerbuan ke Palembang dipimpin Mayjen De Kock dilepas Gubernur Jendral Van der Capellen di Batavia dengan upacara kebesaran. Armada berangkat dari Batavia pada 9 Mei 1821.
Kekuatan armada lebih dari 100 kapal perang besar/kecil dan personil
lebih dari 4000 orang, dipersenjatai lebih dari 400 meriam besar/kecil
dan senjata-senjata lain.
Kekuatan pasukan penyerbuan ke Palembang ini jauh lebih besar dari yang sebelumnya. Tanggal 13 Mei 1821 armada
berhasil mencapai Mentok dan diperkuat dengan kapal-kapal dan personil
yang bertugas memblokade Palembang, bersama-sama masuk ke sungai Musi.
Pertempuran-pertempuran hebat berlangsung antara tanggal 22 Mei 1821 sampai 24 Juni 1821 sepanjang
sungai Musi sampai Kertapati. Husin Dhiauddin membantu Belanda
menujukkan jalan dan beserta keluarganya ikut dalam armada penyerbuan
ini yaitu diatas kapal Fregat Jacob Elizabeth.
Berbeda dengan tahun 1819 waktu penyerbuan oleh Laksamana Wolterbeek banyak korban Belanda terjadi karena meriam-meriam maling yang
ada sepanjang sungai Musi. Pada penyerbuan kali ini peta lokasi
pertahanan Sultan telah diketahui Belanda semua melalui mata-mata
orang-orang Palembang sendiri, sehingga Belanda dapat menghindar dari
serangan meriam-meriam itu.
Dalam peperangan kali ini meskipun di pihak Belanda juga banyak jatuh korban (lebih dari 300 orang) tetapi pertahanan di Benteng-benteng Palembang akhirnya bobol.
Cerucup-cerucup pancang penghalang kapal antara Pulau Kembaro dan Plaju
dapat dicabuti semua oleh pihak Belanda, menggunakan peralatan yang
khusus didatangkan dari negeri Beianda, sehingga memungkinkan sebagian
besar kapal-kapal armada masuk ke tengah Palembang.
Pertahanan Palembang yang terakhir adalah di Benteng Kuto Besak, armada sudah berada di depannya. Tanggal 26 Juni 1821 Jendral
De Kock mengirimkan surat kepada Badaruddin II yang isinya agar dia
menyerah. Badaruddin menghadapi suatu dilema, yaitu jika bertahan sampai
titik darah penghabisan akan terjadi pertempuran yang sangat dahsyat,
yang akan mengorbankan seluruh rakyatnya dan keluarganya.
Ternyata dia menunjukkan kebijaksanaanya yaitu menyerahkan kekuasaan Sultan kepada kemenakannya yaitu Prabu Anom putra saudaranya Husin Dhiauddin, menjadi Sultan Ahmad Najamuddin IV. Peritiwa ini terjadi tanggal 29 Juni 1821 dan oleh Husin Dhiahuddin dilaporkan kepada De Kock. [triyono-infokito]
Hadits Nabi, Negeri Samudra dan Palembang Darussalam
Di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai, terdapat sebuah hadits yang menyebutkan Rasulullah menyuruh para sahabat untuk berdakwah di suatu tempat bernama Samudra, yang akan terjadi tidak lama lagi di kemudian hari.
“…Pada zaman Nabi Muhammad Rasul Allah salla’llahu ‘alaihi wassalama
tatkala lagi hajat hadhrat yang maha mulia itu, maka sabda ia pada
sahabat baginda di Mekkah, demikian sabda baginda Nabi: “Bahwa
sepeninggalku ada sebuah negeri di atas angin samudera namanya. Apabila
ada didengar khabar negeri itu maka kami suruh engkau (menyediakan)
sebuah kapal membawa perkakas dan kamu bawa orang dalam negeri (itu) masuk
Islam serta mengucapkan dua kalimah syahadat. Syahdan, (lagi) akan
dijadikan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam negeri itu terbanyak daripada
segala Wali Allah jadi dalam negeri itu“….
Muncul dugaan negeri yang dimaksud adalah sebuah negeri maritim yang dikelilingi samudra, yang mencapai masa ke-emasansekitar 50 tahun setelah wafatnya beliau, yang dikenal dengan nama Sriwijaya.
Sriwijaya dan Dakwah Islam
Terlepas apakah memiliki hubungan dengan keberadaan Hadis Rasulullah maupun tidak, Nusantara (yang merupakan daerah dikelilingi Samudra), telah dijadikan lahan dakwah, di masa ketika Rasulullah masih hidup.
Hal ini bisa dibuktikan dengan ditemukannya nisan Syeikh Rukunuddin di Barus (Fansur), yang diperkirakan merupakan salah seorang sahabat Rasulullah.
Dan ketika
negeri maritim, (Sriwijaya) muncul,
dakwah Islamiyah semakin di-intensifkan lagi. Salah satu
bukti tertulis, adalah ditemukannya surat, yang berisikan
korespodensi antara
Raja Sriwijaya dengan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pada sekitar tahun
100H (Sumber :
Sriwijaya Pintu Masuk Islam ke Nusantara).
Palembang, Kota Darussalam
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musiantara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan).
Di dalam sejarahnya,
Palembang banyak melahirkan
Ulama dan
Para Wali ALLAH. Telah sama kita pahami, saat berdiri
Kerajaan Demak (Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa), yang menjadi sultan pertama adalah
putera kelahiran Palembang, yang bernama
Raden Fatah (Sumber :
Palembang dari nama Cina, menjadi negeri Darussalam).
Selain itu
Palembang merupakan daerah yang untuk
pertama kalinya diterapkan undang-undang tertulis yang berlandaskan
syariat Islam bagi masyarakat
Nusantara. Hal tersebut sebagaimana tercantum di dalam kitab
Simbur Cahaya, yang disusun oleh
Ratu Sinuhun (Sumber :
Ratu Sinuhun, Feminis Nusantara dari abad ke-17M).
Di sekitar
Palembang, pada sekitar tahun
1650 M (1072 H), di pelopori
Syech Nurqodim al Baharudin (Puyang Awak), pernah berkumpul sekitar
50 alim ulama dari berbagai daerah, seperti dari
Kerajaan Mataram Islam, Pagaruyung, Malaka dan lain sebagainya, yang menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya memunculkan
perluasan dakwah Islam di Nusantara (Sumber :
Mengapa Nederland disebut Belanda).
Dan di daerah ini juga melahirkan seorang ulama terkemuka Syech Abdul Shomad Al Palimbani (1704-1789), yang merupakan Ulama Melayu yang paling menonjol di abad ke-18M.
Melalui karyanya
fi Fadha’il Al-Jihad, telah menjadi sumber utama berbagai karya tentang
jihad dalam Perang Aceh, selain itu beliau juga diketahui menulis beberapa surat, kepada
Para Penguasa di Nusantara, untuk melakukan
perang suci terhadap
kaum kolonial. (Sumber :
Abdus Samad al-Palimbani).
Dan daftar nama akan semakin panjang, apabila Para Ulama dan Wali ALLAH yang berasal dari wilayah lain (di luar Palembang Darussalam) di-ikut sertakan, seperti : Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaka dan lain sebagai-nya (yang dahulunya juga termasuk di dalam Kedatuan Sriwijaya).
Mungkinkah Negeri Samudra, yang dimaksud Rasulullah adalah Sriwijaya, yang berpusat di sekitar Sungai Musi ?
WaLlahu a’lamu bishshawab
Catatan :
1. Ahli Sejarah, biasanya meng-informasikan…
- Rasulullah wafat, sekitar tahun 632 M…
- Sriwijaya berdiri, sekitar tahun 500 M s.d 670 M,
- Samudra Pasai berdiri, sekitar tahun 1267 M…
Sriwijaya yang usianya 600 tahun lebih tua daripada Samudra Pasai, logisnya tentu lebih dahulu memeluk Islam…
Untuk sama dipahami, di wilayah Aceh sebelum Kerajaan Samudra Pasai, kita mengenal keberadaan Kerajaan Jeumpa, dandipesisir Barat pulau Sumatera, kita mengenal Kota Pelabuhan Barus…
Akan tetapi, dari ketiga negeri ini, yang dikenal memiliki wilayah yang cukup luas dan disebut sebagai Nagara Maritim (Samudra) terbesar adalah Kerajaan Sriwijaya…
2. Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 M sesuai dengan catatan I Tsing, sementara dari Prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 M diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Jayanasa.
Diperkirakan pada sekitar tahun 500 M, akar cikal bakal Kerajaan Sriwijaya sudah mulai berkembang di sekitar wilayah Bukit Siguntang.
Dan masa ke-emasan Sriwijaya, sebagai negara maritim terbesar di Asia Tenggara, terjadi pada abad ke-9 M. Pada masa itu, Sriwijaya telah menguasai di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam dan Filipina.
Sriwijaya juga men-dominasi Selat Malaka dan Selat Sunda, yang menjadikan-nya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal.
- Money
- 14
- Threads
- 0
- Posts
- 15
- UID
- 1802
|
Last edited by KemasAnanda at 12-10-2010 10:48 PM
Silsilah
wali songo Azmatkhan Al-Husaini ditemukan pertama oleh kalangan ahli
nasab Hadhrami yakni sayid Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan
bangsawan Palembang. Dalam Kalangan Bangsawan Palembang, data mereka
sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui jalur walisongo sebagian
masih terjaga pencatatannya sampai sekarang. Bahkan data dari
Palembang-lah yang pertama kali dipercayai para ahli nasab karena data
di Tanah Jawa kala itu sempat mengalami kesimpangsiuran karena ada versi
belum lengkap yang juga beredar.
Bangsawan
Palembang menjaga persambungan nasab mereka melalui pemberian gelar
yang hanya bisa diwariskan secara lurus dari garis pria (patrineal).
Gelar Kebangsawanan Palembang yang ada dan jalur2 nasabnya yakni :
Gelar Raden-Raden Ayu dan Masagus-Masayu : 1.
Dari jalur keturunan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidil
Iman bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean)
turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1 2. Dari jalur Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal bin Raden Santri (Pangeran Purbanegara) yang berasal dari Kesultanan Jambi
Gelar Kemas-Nyimas: 1.
Dari jalur keturunan Ki Gede Ing Suro Mudo (Kemas Anom Dipati
Jamaluddin) bin Ki Gede Ing Ilir bin Pangeran Sedo Ing Lautan (turunan
R. Patah Sultan Alam Al Akbar dari Kesultanan Demak)*2 2.
Dari jalur keturunan Kemas Tumenggung Yudapati bin Pangeran Ratu
Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan
Al-Husaini*1 3. Dari jalur keturunan Tumenggung Nagawangsa Ki Mas Abdul Aziz bin Pangeran Fatahillah Azmatkhan Al-Husaini 4. Dari jalur keturunan Mas Syahid (Amir Hamzah) bin Sunan Kudus (Ja'far As Shadiq) Azmatkhan Al-Husaini 5.
Dari jalur keturunan Mas H. Talang Pati dan Mas H. Abdullah Kewiran bin
Pangeran Santri (Sunan Ngadilangu) bin Raden Umar Said (Sunan Muria)
bin Raden Joko Said (Abdussyahid/Sunan Kalijaga)
Gelar Kiagus-Nyayu : 1.
Dari jalur keturunan Kemas Tumenggung Yudapati bin Pangeran Ratu
Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan
Al-Husaini*1 2. Dari jalur keturunan Ki Bagus Abdurrohman bin Pangeran Fatahillah Azmatkhan Al-Husaini 3. Dari jalur keturunan Kiagus Yahya bin Pangeran Purbaya bin Raden Sutawijaya Panembahan Senopati Ing Alaga 4. Dari jalur keturunan Tuan Faqih Jalaluddin Azmatkhan Al-Husaini*3
Rincian Nasab *1: Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Muhammad Ali Sedo Ing Pasarean) bin Tumenggung Manco Negaro (Maulana Fadlullah) bin Pangeran Adipati Sumedang (Maulana Abdullah) bin Pangeran Wiro Kesumo Cirebon (Ali Kusumowiro/Muhammad Ali Nurdin/Sunan Sedo Ing Margi) bin Sunan Giri / Muhammad 'Ainul Yaqin
Rincian Nasab*2 : Ki Gede Ing Suro Mudo (Kemas Anom Dipati Jamaluddin) bin Ki Gede Ing Ilir bin Pangeran Sedo Ing Lautan bin Pangeran Surabaya bin Pangeran Kediri bin Panembahan Perwata (beribukan Ratu Pembayun binti Sunan Kalijaga + Dewi Sarokah binti Sunan Gunung Jati) bin Sultan Trenggana (beribukan Dewi Murtasimah binti Sunan Ampel) bin Raden Patah
Rincian Nasab*3 : Tuan Syekh Faqih Jalaluddin bin Mas Raden Kamaluddin Jamaluddin bin Mas Raden Fadhil bin Pangeran Panembahan Muhammad Mansyur bin Kyai Gusti Dewa Agung Krama bin Sunan Kerta Sari bin Sunan Lembayun bin Sunan Krama Dewa bin Sembahan Dewa Agung Fadhil bin Sayyid Sembahan Dewa Agung bin Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini
Catatan:
1. Fatahillah (bin Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Barakat Zainal Alam bin Husein Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin),
2. Sunan Giri (bin Maulana Ishaq bin Ibrahim Zainuddin Akbar bin Husein Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin),
3.
Sunan Kudus (bin Usman Haji bin Raden Santri Fadhal Ali Al-Murtadha bin
Ibrahim Zainuddin Akbar bin Husein Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin)
4. Sunan Gunung Jati (bin Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Husein Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin),
5. Sunan Ampel (bin Ibrahim Zainuddin Akbar bin Husein Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin),
6. Sunan Krama Dewa (bin Sembahan Dewa Agung Fadhil bin Sayyid Sembahan Dewa Agung bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin)
7.
Sunan Ngadilangu bin Sunan Muria bin Sunan Kalijaga bin Tumenggung
Wilatikta (Ahmad) bin Mansur bin Ali Nurrudin bin Ahmad Jalaluddin
Azmatkhan Al-Husaini (salah satu versi nasab menurut Kitab Syamsud
Dhahirah, Karya Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain Al-Masyhur,
kitab nasab rujukan Rabitah Alawiyyah)
Nasab lengkap Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin Azmatkhan - Rasul :
• Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin • Sayyid Abdullah AZMATKHAN AL-HUSAINI bin • Sayyid Abdul Malik AZMATKHAN AL-HUSAINI bin • Sayyid Alawi ‘Ammil Faqih bin • Muhammad Shahib Mirbath bin • Ali Khali Qasam bin • Alwi bin • Muhammad bin • Alwi bin • Ubaidillah bin • Ahmad al-Muhajir bin • Isa bin • Muhammad bin • Ali Al-Uraidh bin • Ja'far Shadiq bin • Muhammad Al-Baqir bin • Ali Zainal Abidin bin • Imam Husein (bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutholib) • Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW
Demikian, semoga menjadi informasi yang berharga sebagai salam perkenalan bagi saudara-saudara di sini.
Wassalammu'alaikum wr wb |
|
Sultan Mahmud Badaruddin II
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gambaran Wajah Sultan Mahmud Badaruddin II di uangRupiah pecahan Rp 10.000
Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan
Inggris dan
Belanda, di antaranya yang disebut
Perang Menteng.
Pada tangga 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang,
Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke
Ternate.
Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang,
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal
20 Oktober 2005. Penggunaan gambar SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran
hak cipta,
diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya, namun kemudian
terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia penyelenggara
lomba lukis wajah SMB II.
Konflik dengan Inggris Sejak
timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang dan
wilayahnya menjadi incaran Britania dan Belanda. demi menjalin kontrak
dagang, bangsa Eropa berniat menguasai Palembang. Awal mula penjajahan
bangsa Eropa ditandai dengan penempatan Loji (kantor dagang). Di Palembang, loji pertama Belanda dibangun di Sungai Aur (10 Ulu).
Orang Eropa pertama yang dihadapi Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) adalah
Sir Thomas Stamford Raffles.
Raffles tahu persis tabiat Sultan Palembang ini. Karena itu, Raffles
sangat menaruh hormat di samping ada kekhawatiran sebagaimana tertuang
dalam laporan kepada atasannya,
Lord Minto, tanggal
15 Desember 1810:
“ | Sultan
Palembang adalah salah seorang pangeran Melayu yang terkaya dan benar
apa yang dikatakan bahwa gudangnya penuh dengan dollar dan emas yang
telah ditimbun oleh para leluhurnya. Saya anggap inilah yang merupakan
satu pokok yang penting untuk menghalangi Daendels memanfaatkan
pengadaan sumber yang besar tersebut. | ” |
Bersamaan dengan adanya kontak antara Britania dan Palembang, hal yang sama juga dilakukan
Belanda.
Dalam hal ini, melalui utusannya, Raffles berusaha membujuk SMB II
untuk mengusir Belanda dari Palembang (surat Raffles tanggal 3 Maret
1811).
Dengan bijaksana, SMB II membalas surat Raffles yang intinya mengatakan
bahwa Palembang tidak ingin terlibat dalam permusuhan antara Britania
dan Belanda, serta tidak ada niatan bekerja sama dengan Belanda. Namun
akhirnya terjalin kerja sama Britania-Palembang, di mana pihak Palembang
lebih diuntungkan.
Pada tanggal
14 September 1811 terjadi
peristiwa pembumihangusan dan pembantaian di loji Sungai Alur. Belanda
menuduh Britanialah yang memprovokasi Palembang agar mengusir Belanda.
Sebaliknya, Britania cuci tangan, bahkan langsung menuduh SMB II yang
berinisiatif melakukannya.
Raffles terpojok dengan peristiwa loji Sungai Aur, tetapi masih berharap
dapat berunding dengan SMB II dan mendapatkan Bangka sebagai kompensasi
kepada Britania. Harapan Raffles ini tentu saja ditolak SMB II.
Akibatnya, Britania mengirimkan armada perangnya di bawah pimpinan
Gillespie dengan alasan menghukum SMB II. Dalam sebuah pertempuran
singkat, Palembang berhasil dikuasai dan SMB II menyingkir ke
Muara Rawas, jauh di hulu
Sungai Musi.
Setelah berhasil menduduki Palembang, Britania merasa perlu mengangkat
penguasa boneka yang baru. Setelah menandatangani perjanjian dengan
syarat-syarat yang menguntungkan Britania, tanggal
14 Mei 1812 Pangeran Adipati (adik kandung SMB II) diangkat menjadi sultan dengan gelar
Ahmad Najamuddin II atau
Husin Diauddin. Pulau Bangka berhasil dikuasai dan namanya diganti menjadi
Duke of York's Island. Di
Mentok, yang kemudian dinamakan
Minto, ditempatkan
Meares sebagai
residen.
Meares berambisi menangkap SMB II yang telah membuat kubu di Muara Rawas. Pada
28 Agustus 1812 ia membawa pasukan dan persenjataan yang diangkut dengan perahu untuk menyerbu Muara Rawas. Dalam sebuah pertempuran di
Buay Langu, Meares tertembak dan akhirnya tewas setelah dibawa kembali ke Mentok. Kedudukannya digantikan oleh Mayor Robison.
Belajar dari pengalaman Meares, Robison mau berdamai dengan SMB II.
Melalui serangkaian perundingan, SMB II kembali ke Palembang dan naik
takhta kembali pada
13 Juli 1813 hingga
dilengserkan kembali pada Agustus 1813. Sementara itu, Robison dipecat
dan ditahan Raffles karena mandat yang diberikannya tidak sesuai.
[sunting]
Konflik dengan Belanda
Konvensi London 13 Agustus 1814 membuat
Britania menyerahkan kembali kepada Belanda semua koloninya di seberang
lautan sejak Januari 1803. Kebijakan ini tidak menyenangkan Raffles
karena harus menyerahkan Palembang kepada Belanda. Serah terima terjadi
pada
19 Agustus 1816 setelah tertunda dua tahun, itu pun setelah Raffles digantikan oleh
John Fendall.
Belanda kemudian mengangkat
Herman Warner Muntinghe sebagai
komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah
mendamaikan kedua sultan, SMB II dan Husin Diauddin. Tindakannya
berhasil, SMB II berhasil naik takhta kembali pada
7 Juni 1818. Sementara itu, Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Britania berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke
Batavia dan akhirnya dibuang ke
Cianjur.
Pada dasarnya pemerintah kolonial Belanda tidak percaya kepada raja-raja
Melayu. Mutinghe mengujinya dengan melakukan penjajakan ke pedalaman wilayah
Kesultanan Palembang dengan
alasan inspeksi dan inventarisasi daerah. Ternyata di daerah Muara
Rawas ia dan pasukannya diserang pengikut SMB II yang masih setia.
Sekembalinya ke Palembang, ia menuntut agar Putra Mahkota diserahkan
kepadanya. Ini dimaksudkan sebagai jaminan kesetiaan sultan kepada
Belanda. Bertepatan dengan habisnya waktu ultimatum Mutinghe untuk
penyerahan Putra Mahkota, SMB mulai menyerang Belanda
Pertempuran melawan Belanda yang dikenal sebagai
Perang Menteng (dari kata
Muntinghe) pecah pada tanggal
12 Juni 1819.
Perang ini merupakan perang paling dahsyat pada waktu itu, di mana
korban terbanyak ada pada pihak Belanda. Pertempuran berlanjut hingga
keesokan hari, tetapi pertahanan Palembang tetap sulit ditembus, sampai
akhirnya Muntinghe kembali ke Batavia tanpa membawa kemenangan.
SMB II telah memperhitungkan akan ada serangan balik. Karena itu, ia
menyiapkan sistem perbentengan yang tangguh. Di beberapa tempat di
Sungai Musi, sebelum masuk Palembang, dibuat benteng-benteng pertahanan
yang dikomandani keluarga sultan. Kelak, benteng-benteng ini sangat
berperan dalam pertahanan Palembang.
Pertempuran sungai dimulai pada tanggal
21 Oktober 1819 oleh
Belanda dengan tembakan atas perintah Wolterbeek. Serangan ini disambut
dengan tembakan-tembakan meriam dari tepi Musi. Pertempuran baru
berlangsung satu hari, Wolterbeek menghentikan penyerangan dan akhirnya
kembali ke Batavia pada
30 Oktober 1819.
SMB II masih memperhitungkan dan mempersiapkan diri akan adanya serangan
balasan. Persiapan pertama adalah restrukturisasi dalam pemerintahan.
Putra Mahkota, Pangeran Ratu, pada Desember 1819 diangkat sebagai sultan
dengan gelar
Ahmad Najamuddin III. SMB II lengser dan bergelar
susuhunan. Penanggung jawab benteng-benteng dirotasi, tetapi masih dalam lingkungan keluarga sultan.
Setelah melalui penggarapan bangsawan ( susuhunan husin diauddin dan
sultan ahmad najamuddin prabu anom )dan orang Arab Palembang melalui
pekerjaan
spionase, dan tempat tempat pertahanan disepanjang
sungai musi sudah diketahui oleh belanda serta persiapan angkatan perang
yang kuat, Belanda datang ke Palembang dengan kekuatan yang lebih
besar. Tanggal
16 Mei1821 armada Belanda sudah memasuki perairan Musi. Kontak senjata pertama terjadi pada
11 Juni 1821 hingga menghebatnya pertempuran pada
20 Juni 1821.
Pada pertempuran 20 Juni ini, sekali lagi, Belanda mengalami kekalahan.
De Kock tidak memutuskan untuk kembali ke Batavia, melainkan mengatur
strategi penyerangan.
Bulan Juni 1821 bertepatan dengan bulan suci
Ramadhan.
Hari Jumat dan Minggu dimanfaatkan oleh dua pihak yang bertikai untuk
beribadah. De Kock memanfaatkan kesempatan ini. Ia memerintahkan
pasukannya untuk tidak menyerang pada hari Jumat dengan harapan SMB II
juga tidak menyerang pada hari Minggu. Pada waktu dini hari Minggu
24 Juni,
ketika rakyat Palembang sedang makan sahur, Belanda secara tiba-tiba
menyerang Palembang. di depan sekali kapal yang tumpangi saudaranya
Susuhunan Husin Diauddin dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom dan
Susuhunan Ratu Bahmud Badaruddin / SMB 2 merasa serba salah, kalau
ditembak saudaranya sendiri yang berada dikapal belanda dan anggapan
orang sultan palembang Darussalam sampai hati membunuh saudara karena
harta / tahta (
Badar Darussalam
Serangan dadakan ini tentu saja melumpuhkan Palembang karena mengira di
hari Minggu orang Belanda tidak menyerang. Setelah melalui perlawanan
yang hebat, tanggal
25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda. Kemudian pada
1 Juli 1821 berkibarlah bendera
rod, wit, en blau di
bastion Kuto Besak, maka resmilah kolonialisme
Hindia Belanda di Palembang.
Tanggal
13 Juli 1821, menjelang tengah malam tanggal 3 Syawal , SMB II beserta sebagian keluarganya menaiki kapal
Dageraad pada tanggal 4 syawal dengan tujuan Batavia. Dari Batavia SMB II dan keluarganya diasingkan ke
Pulau Ternate sampai akhir hayatnya
26 September 1852.
( selama 35 tahun tinggal di Ternate dan sketsa tempat tinggal Sri
Paduka Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin / SMB II disimpan oleh
Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja).
[sunting]
Pranala luar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar